Asvertorialnews.com - Sektor peternakan ayam petelur di Indonesia terus mengalami tantangan dalam memenuhi kebutuhan pangan nasional yang kian meningkat. Kebutuhan akan telur sebagai salah satu sumber protein hewani utama semakin mendesak seiring pertumbuhan populasi. Namun, produktivitas di sektor ini masih menghadapi kendala klasik, seperti keterbatasan teknologi, akses pembiayaan, serta sistem distribusi yang belum efisien. Kondisi tersebut menjadikan sebagian besar peternak, khususnya skala kecil dan menengah, sulit berkembang secara optimal.
Upaya modernisasi peternakan ayam petelur telah menjadi perhatian banyak pihak dalam beberapa tahun terakhir. Penerapan teknologi dalam sistem kandang, pakan, dan pemantauan kesehatan ternak dinilai sebagai kunci untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Di beberapa daerah, sudah mulai muncul inisiatif lokal yang mencoba menggabungkan teknologi sederhana dengan praktik peternakan tradisional. Meski demikian, dampaknya masih terbatas karena skala implementasinya belum masif.
Selain soal teknologi, akses terhadap pendanaan juga menjadi hambatan yang banyak dikeluhkan para peternak. Banyak pelaku usaha di sektor ayam petelur yang kesulitan memperoleh pinjaman karena terbentur masalah agunan atau riwayat kredit yang tidak terdokumentasi dengan baik. Hal ini semakin memperlemah daya saing mereka di pasar domestik maupun internasional. Padahal, sektor ini memiliki potensi besar untuk mendukung ketahanan pangan nasional jika ditunjang dengan sistem pendukung yang memadai.
Dalam konteks inilah berbagai kerja sama strategis mulai dilirik sebagai salah satu solusi untuk mempercepat modernisasi peternakan ayam petelur. Salah satunya adalah langkah Chickin Indonesia yang baru-baru ini menandatangani kerja sama dengan LINKTA Technologies Holdings Limited dan Rainmakers Ventures. Penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) tersebut berlangsung di kantor pusat Chickin di Jakarta, 19 Juni 2025 lalu.
Kolaborasi ini bertujuan membangun proyek percontohan peternakan ayam petelur yang dapat diakses peternak dan pelaku usaha skala menengah di Indonesia. “Model ini kami harapkan dapat menjadi solusi konkret atas terbatasnya akses untuk berkembang di sektor ayam petelur sebagai salah satu segmen penting dalam industri perunggasan yang selama ini belum terlayani dengan optimal,” ujar Tubagus Syailendra Wangsadisastra, CEO Chickin.
Chickin sendiri akan membawa pendekatan digital yang sebelumnya sudah diterapkan di sektor ayam broiler ke proyek ini. Platform teknologi yang dikembangkan mencakup penilaian kredit digital, pemantauan performa kandang, serta sistem keterlibatan peternak. Sementara itu, LINKTA mendukung dari sisi teknis dengan jaringan peralatan peternakan, otomasi kandang, dan teknologi bangunan modular. Rainmakers berperan sebagai co-investor strategis untuk memperkuat pembiayaan serta mempercepat ekspansi proyek.
Proyek percontohan ini rencananya akan dimulai di wilayah Jawa Tengah atau lokasi lain yang ditentukan bersama sesuai kelayakan teknis dan strategis. Fokus awalnya adalah memvalidasi performa teknis dan finansial sebelum direplikasi dalam skala lebih luas. “Penandatanganan memorandum ini menjadi momentum penting bagi kami untuk berperan sebagai akselerator transformasi industri perunggasan di Indonesia,” ujar Tubagus.
Para pihak berkomitmen untuk melakukan pengawasan berkala atas perkembangan proyek, dengan harapan dapat mendorong industri perunggasan yang lebih modern, inklusif, dan berdampak bagi masa depan pangan Indonesia. “Kami percaya bahwa kolaborasi ini bukan hanya soal memperluas akses peternak terhadap teknologi dan pembiayaan, tapi juga tentang membangun ekosistem yang mendorong usaha peternakan jadi lebih produktif, transparan, dan berdaya saing,” tutupnya.
(Red)